Ada Apa dengan Pernikahan Massal
Ibrahim Shalah, pimpinan Hamas dan ketua panitia resepsi pernikahan massal ke III di Jalur Gaza mengumumkan bahwa gerakannya memberikan kado sebesar 500 dolar untuk setiap pengantin laki-laki dan perempuan sebagai dukungan mereka dalam berumah tangga di tengah kondisi sulit rakyat Palestina.
Dalam sambutannya di resepsi pernikahan massal 900 pengantin di kamp pengungsi Jabalia pada hari Kamis (30/7), Shalah menegaskan, “betapa indahnya saat-saat ini yang dihiasi oleh seri wajah kegembiraan anak-anak Palestina. Betapa indahnya resepsi pernikahan nasional yang akbar ini dan mewujudkan kesatuan rakyat kami,”( www.dakwatuna.com)
Banyak kaum muslimin yang menjadi korban pembunuhan orang-orang kafir. Sebut saja Bosnia, Afghanistan, Irak, Palestina, Khasmir, Thailand, Filipina, Uighur, Chechnya dan negara-negara lainnya.
Bahkan beberapa diantaranya bukan sekadar pembunuhan biasa, sudah masuk kategori genocida (pembunuhan massal secara sistematis). Seperti yang terjadi di Bosnia.
Yang menjadi korban pun beragam. Bagi mereka yang menjadi syahid dalam peperangan tidak menjadi masalah. Namun diantara korban itu ada rakyat sipil yang tidak ikut berperang, seperti anak-anak, orang tua dan wanita.
Turunnya jumlah populasi kaum muslimin –diantaranya karena perang-, nampaknya memang perlu diikuti dengan mengadakan pernikahan massal. Pernikahan massal bisa saja dianggap tidak berhubungan dengan upaya meningkatkan populasi kaum muslimin. Namun bisa saja berhubungan.
Memang, untuk menggantikan para pejuang yang telah syahid membutuhkan waktu cukup lama. Tetapi yang namanya perjuangan tidak seperti membalikkan telapak tangan. Ada tahapan-tahapannya.
Kalau saja ada yang pernah membaca tentang artikel wisuda anak-anak penghapal Qur’an di Gaza, mungkin kita akan geleng-geleng kepala. Banyak sekali jumlah anak-anak penghapal Qur’an itu. Mau tahu jumlahnya berapa? 3500 anak!! (www.sonny-izis.blogspot.com) Ini sudah merupakan bukti, adanya upaya mencetak generasi-generasi baru untuk melawan penjajah Israel.
Melihat kenyataan ini, bisa dipahami kalau pernikahan massal di atas dapat diartikan untuk mencetak generasi-generasi baru yang dipersiapkan untuk melawan Israel.
Indonesia memang juga telah menyelenggarakan pernikahan massal. Kegiatan seperti ini nampaknya bagus dilanjutkan apakah dalam kondisi perang maupun damai. Biaya pernikahan massal ditanggung oleh pemerintah.
Ini terasa sekali membantu, terutama bagi mereka yang ingin menikah namun tidak memiliki biaya. Pernikahan massal akan semakin semarak, bila masing-masing pengantin diberi hadiah/kado seperti cerita di atas. Misalnya masing-masing pasangan mendapat 500 dollar.
Bila kondisinya seperti ini, mungkin banyak muda mudi yang akan daftar untuk menjadi peserta pernikahan massal. Apa untungnya bagi pemerintah dengan membiayai pernikahan massal dan kado –berupa uang- itu? Mungkin tingkat maksiat di ibu kota akan menurun.
Posted by :
Published : 2010-02-01T16:11:00+07:00